Senin, 06 April 2009
Bagaimana cara pemberian manitol supaya tidak terjadi trombophebitis ?
Kajian cara pemberian manitol untuk mencegah terjadinya trombophenitis.
2. Materi Kajian :
a.Trombophlebitis adalah inflamasi pada pembuluh vena.
b.Manitol :
-Indikasi : Menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema
serebral, meningkatkan diuresis pada pencegahan dan/atau
pengobatan oliguria yang disebabkan gagal ginjal, menurunkan
tekanan intraokular, meningkatkan ekskresi urine senyawa toksik.
-Mekanisme : Meningkatkan tekanan osmosis dari filtrat glomerular yang
menginhibisi reabsorpsi tubular air elektrolit dan meningkatkan
output uriner.
-sifat : Serbuk kristal berwarna putih atau hampir putih, polimorfisa,
larut baik dalam air dan sangat sedikit larut dalam alkohol.
-Stabilitas : Simpan pada suhu kamar 15°-30°C, hindari penyimpanan beku,
kristalisasi dapat terjadi pada suhu rendah, jangan menggunakan
larutan yang sudah mengandung kristal, pemanasan dengan
menggunakan penangas air dan pengocokan keras dapat dilakukan
untuk melarutkan kembali, dinginkan larutan pada suhu kamar
sebelum digunakan.
-Sediaan : injeksi 5%, 10%, 15%, 20%, 25%.
-Peringatan : Jangan diberikan pada pasien sampai diketahui fungsi ginjal dan kecepatan aliran urin ; lakukan 2-3 uji dosis untuk mengetahui fungsi ginjal. Dapat menyebabkan disfungsi ginjal terutama pada penggunaan dosis tinggi, hati-hati pada pasien yang menggunakan obat nefrotoksik lain, dengan sepsis atau penyakit ginjal. Untuk mengurangi efek samping, sesuaikan dosis untuk mempertahankan osmolalitas serum lebih rendah dari 320 mOsm/L. Pada pasien tertentu, dapat terjadi kerusakan vena jika menggunakan manitol dengan konsentrasi tinggi (osmolalitas serum lebih dari 600 mOsm/L), sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis. Hentikan penggunaan jika terjadi nekrosis tubular akut. Pada pasien edema serebral, manitol dapat terakumulasi pada otak (menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial kembali) jika digunakan pada waktu yang lama dengan infus kontinyu, pemberian bolus berkala lebih direkomendasikan. status kardiovaskular harus dimonitor, jangan memberikan larutan manitol bebas elektrolit dengan darah. Jika terjadi hipotensi, monitor perfusi serebral untuk memastikan kesesuaiannya.
-Manitol pada konsentrasi 15% atau lebih kemungkinan bisa terjadi kristalisasi ketika penyimpanan pada suhu yang rendah. Larutan mannitol yang mengandung kristal sebaiknya tidak digunakan. Trombophlebitis kemungkinan terjadi karena terbentuknya kristal pada larutan mannitol. Kristalisasi pada mannitol dapat ditangani dengan cara pemanasan dengan air panas pada suhu 70oC, dan dengan pengocokan yang kuat. Pemanasan larutan dengan menggunakan. Larutan dibiarkan dingin (sesuai dengan suhu tubuh) sebelum digunakan. Untuk sediaan dalam bentuk vial fliptop panaskan botol dalam air panas pada suhu 80oC dan digojok secara periodik. Untuk manitol 25% USP dapat di autoklav pada suhu 121oC selama 20 menit pada tekanan 15 psi. Pemanasan tidak boleh pada suhu yang terlalu tinggi.
-Penyimpanan sediaan harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya kristalisasi, kondisi penyimpanan untuk sediaan manitol yaitu pada suhu 15° sampai 30°C (59° to 86°F) dan hindari dari pendinginan.
-Penggunaan manitol dengan konsentrasi lebih dari 20% sebaiknya menggunakan filter inline dengan ukuran 5 mikron.
3. Kesimpulan
Kejadian thrombophlebitis pada pemberian manitol kemungkinan karena penggunaan manitol dengan konsentrasi tinggi sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis dahulu sebelum digunakan. Selain itu, juga disebabkan karena kristalisasi larutan manitol sehingga harus ada perlakuan sebelum pemberian untuk melarutkan kembali kristal-kristal yang terbentuk.
4. Saran
Perlu dilakukan penyesuaian dosis serta kondisi dan suhu penyimpanan dari sediaan larutan manitol harus diperhatikan dan terkontrol.
Referensi :
1. Anderson, P.O., James E. Knoben., William G. Troutman., 2002, Handbook of Clinical Drug Data, 10¬¬¬th edition, McGraw-Hill Companies, North Amerika.
2.Anonim, 2007, Pelayanan Informasi Obat, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
3.Lacy, F.C., Lora L. Amstrong,., Morton P.Goldman., Leonardo L., 2006, Drug Information Handbook, 14th edition, Lexi-Comp, The America Pharmacist Association.
4.www.rxlist.com
polemik puyer
Akhir-akhir ini sediaan puyer menjadi terkenal dan tidak kalah ramai dengan berita ponari yang bisa menyembuhkan orang sakit. Sediaan racikan pulveres (serbuk terbagi) masih digunakan secara luas diapotik-apotik maupun rumah sakit di Indonesia. Pembuatan sediaan racikan pulveres ini pada dasarnya mempunyai tujuan dan kegunaan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada pasien terutama pasien anak-anak. Pasien anak pada umumnya mengalami kesulitan untuk menerima obat dalam bentuk sediaan padat (misalnya tablet), oleh karena itu biasanya dilakukan peracikan ulang dari bentuk sediaan padat tersebut menjadi bentuk sediaan pulveres (serbuk terbagi).
Munculnya berita-berita di stasiun televisi merupakan pukulan yang cukup telak terutama dibidang farmasi yang sekarang sedang berusaha untuk menegakkan patient safety (keamanan pasien) dan bukan drug oriented, disisi lain berita ini bisa menjadi tantangan buat apoteker dan semua tenaga kesehatan untuk lebih meningkatkan pelayanan dengan selalu mengutamakan keamanan pasien dan memberikan pelayanan dengan profesionalitas tinggi.
Kontroversi puyer di masyarakat kita semakin luas dan masyarakat semakin bingung. Masyarakat semakin terjebak tentang keamanan dari sediaan puyer tersebut. Tanggapan dari para ahli kita kayaknya masih belum memuaskan, melalui artikel ini semoga bisa memberikan informasi yang penting buat masyarakat maupun untuk tenaga kesehatan yang praktek di lapangan.
Yang menjadi permasalahan atau pokok masalah dalam sediaan puyer di negara kita dan masih bersifat kontroversi selama ini yaitu :
1. Tidak perlu dipungkiri sediaan puyer yang di racik di apotek maupun sarana kesehatan lain merupakan sediaan puyer dengan penggerusan dari sediaan tablet. Sediaan tablet merupakan sediaan yang sudah dirancang sedemikian rupa dengan memperhitungkan kekerasan tablet, waktu hancur, waktu absorbsi, bahan pengisi dan parameter-parameter lain. Bagaimana jadinya jika tablet yang sudah dirancang dengan penuh perhitungan dan dibuat sesuai dengan standar CPOB(cara pembuatan obat yang baik) digerus dan dihancurkan begitu saja, padahal semua itu dirancang dan diperhitungkan supaya obat tersebut dapat memberikan efek terapi dengan maksimal.
2. Pembagian sediaan puyer dilakukan secara kasat mata. Pembagian dengan cara tersebut tentu saja akan menyebabkan bobot yang tidak sama antara puyer yang satu dengan puyer yang lain. Tidak adanya keseragaman bobot tentu saja menyebabkan tidak adanya keseragaman dosis dari puyer tersebut. Untuk obat-obat dengan jendela terapi yang sempit seharusnya tidak boleh diracik dalam bentuk sediaan puyer karena penyimpangan dosis sedikit saja akan membahayakan pasien.
3. Banyak sekali kejadian di lapangan sediaan tablet dengan salut enterik juga ikut digerus. Perlu diketahui bahwa sediaan tablet yang disalut mempunyai tujuan-tujuan tertentu misalnya supaya pelepasan obat terkontrol atau supaya obat tidak rusak oleh asam lambung dan bisa diabsorpsi di usus.
4. Pencampuran antibiotik (misal amoxycillin) dan obat-obat AINS (misal parasetamol, asam mefenamat, ibuprofen, dll) dalam bentuk sediaan puyer bukan merupakan peresepan yang ideal karena antibiotik merupakan obat yang diminum sampai habis sedangkan obat-obat AINS merupakan obat yang diminum hanya bila perlu saja. Perlu kita ketahui bahwa antibiotik seperti amoxycillin seharusnya tidak boleh digerus karena dapat menyebabkan syok anafilaktik yang bisa membahayakan pasien atau petugas yang meracik obat.
5. Pembuatan puyer dilapangan kadang tidak memperhatikan hiegenitas, kelembapan ruangan, suhu ruangan, penggunaan alat yang tidak bersih, peracikan sediaan puyer sambil bercanda, ngobrol-ngobrol dan tidak menggunakan perlengkapan yang semestinya (Sarung tangan, masker, penutup rambut).
6. Pencampuran beberapa macam obat dalam bentuk sediaan puyer tanpa mempertimbangkan kemungkinan interaksi antar obat tersebut baik itu interaksi yang mempengaruhi farmokinetika maupun farmakodinamik obat.
Tidak perlu dipungkiri juga bahwa kondisi masyarakat kita sebenarnya masih membutuhkan sediaan puyer karena masih mempunyai beberapa keunggulan dan keuntungan :
1. Mudah untuk penyeseuaian dosis sesuai dengan umur dan berat badan pasien.
2. Masih sedikitnya sediaan obat yang khusus untuk anak-anak sehingga harus dibuat dalam bentuk sediaan puyer.
3. Biaya pengobatan yang jadi lebih murah
4. Sediaan puyer bisa membantu dan memudahkan pasien anak-anak yang kesulitan untuk minum obat dalam bentuk sediaan tablet
Pertimbangan-pertimbangan yang harus kita pertimbangkan jika harus meresepkan sediaan puyer :
1. Sediaan puyer dengan cara menggerus tablet dipilih (merupakan pilihan terakhir) jika tidak ada bentuk sediaan yang lain misal bentuk sediaan sirup. Contoh kasus : mengganti bentuk sediaan tablet parasetamol dengan bentuk sediaaan sirupnya.
2. Apakah tablet yang akan digerus merupakan tablet konvensional/tablet salut enterik/ salut gula? Adanya salut terutama salut enterik pada tablet mempunyai tujuan tertentu misal untuk mengontrol pelepasan obat dan menghindari obat rusak oleh asam lambung. Jadi sebaiknya tablet dengan salut enterik tidak boleh digerus.
3. Mencantumkan waktu kadaluarsa (Beyond use date) pada racikan sediaan puyer tersebut. Tujuan pencantuman waktu kadaluarsa (Beyond use date) ini supaya pasien paham kapan sebaiknya puyer tersebut seharusnya tidak boleh digunakan lagi(dalam rangka untuk meningkatkan patient safety). Berdasarkan USP/United States Pharmacope (795) untuk sediaan liquid nonaqueous dan sediaan padat non steril (dimana produk obat pabrik adalah sumber dari bahan aktif), beyond use date tidak lebih lama dari 25% sisa dari expired date produk awalnya atau hanya 6 bulan tergantung mana yang lebih singkat. Untuk sediaan yang mengandung air (penyiapan dari bentuk padat) beyond use date tidak lebih lama dari 14 hari ketika disimpan pada temperatur dingin (Kupiec, 2003).
Untuk waktu kadaluarsa (beyond use date) selama 1 tahun maka ada 2 kondisi yang harus dipenuhi yaitu:
v Harus mempertahankan fasilitas dimana temperatur kinetik rata-rata tidak lebih dari 25 oC.
v Kemasan yang digunakan untuk mengemas harus lebih baik daya proteksinya daripada polyvinyl chloride (PVC) (Clark, 2002).
Ketentuan FDA tentang peracikan ulang yaitu :
v Waktu kadaluarsa tidak lebih dari 1 tahun dari tanggal pembuatan atau lebih singkat dari produk awalnya tanpa adanya data stabilitas dan petunjuk dari label produk awal.
v Jika bentuk sediaan racikan adalah oral solid maka kemasan yang digunakan harus sesuai dengan standard kelas A USP.
v Kemasan produk awal tidak terbuka sebelumnya dan keseluruhan peracikan dilakukan dalam satu kali operasi.
v Peracikan dan penyimpan harus sesuai dengan kondisi lingkungan yang terdapat pada label kemasan produk awal. Apabila tidak ada petunjuk dari label produk awal maka temperatur ruangan harus dikendalikan selama peracikan dan penyimpanan antara bentuk sediaan solid dan liquid oral. Apabila tidak ada kelembapan spesifik pada label produk awal maka kelembapan relatif seharusnya tidak lebih dari 75% pada suhu 23oC untuk peracikan dan penyimpanan dari bentuk sediaan solid oral (Anonim, 2005(b)).
v Untuk pencantuman masa kadaluarsa pada sediaan puyer racikan ulang kita bisa mengacu ke FDA(Food & Drug Association), seperti BPOM Amerika atau USP(United States Pharmacope, merupakan farmakope Amerika Serikat) karena belum ada peraturan resmi tentang hal ini di negara kita dan tidak boleh mencantumkan masa kadaluarsa seperti yang tertera dalam bentuk sediaan awalnya karena bentuk sediaan obat yang diracik ulang mempunyai stabilitas yang berbeda dari bentuk sediaan awalnya.
4. Untuk meminimalkan ketidakseragaman bobot maka pembagian puyer hanya boleh dibagi paling banyak untuk 20 bungkus (sesuai dengan standar Farmakope Indonesia edisi 4).
5. Selalu memperhatikan kelembapan ruangan, suhu ruangan, kebersihan ruangan ketika akan melakukan peracikan puyer karena ada obat-obat tertentu ada yang bersifat higoskopis (mudah menyerap lembab) sehingga obat akan rusak jika ruangan terlalu lembab. Kebersihan, kelengkapan pelindung diri dan sikap harus diperhatikan ketika akan meracik obat.
6. Bila memungkinkan puyer dapat dibuat langsung dari bentuk sediaan serbuknya/baha bakunya dan bukan dengan penggerusan dari bentuk sediaan tablet.
7. untuk sediaan yang berbentuk effervescent sebaiknya tidak boleh digerus
Jadi dapat disimpulkan bahwa aman atau tidaknya bentuk sediaan puyer tergantung dari semua pertimbangan-pertimbangan dan solusi yang sudah dipaparkan dengan lengkap diatas.
Pustaka :
1. Anonim, 2001, Pharmaceutical Expiration Dates, Http://www.amaassn. org/ama/pub/category.html
2. Anonim, 2005, Guidance Expiration Dating of Unit-Dose Repackaged Unit: Compliance Policy Guide, http://www.fda.gov/cder/guidance/index.html
3. Anonim, 2005, The
4. Clark, T.R., 2002, Beyond Use Dating Of Repackaged Oral Solid, www.ASCP.com
Kupiec, T., 2003, Analitycal Research Laboratories, www.arlok.com